KEMENPERIN PACU IKM FURNITUR TEMBUS PASAR NONTRADISIONAL
Share via
Category
Business Economics
Published On
24 November 2025
32756380
IQPlus, (24/11) - Pemerintah terus menyiapkan berbagai kebijakan guna memperkuat daya saing industri furnitur dalam negeri agar mampu menembus pasar ekspor, baik melalui diplomasi maupun langkah strategis yang berorientasi pada perluasan pasar global. Salah satu fokusnya adalah mendorong pelaku industri agar siap menghadapi dinamika perdagangan internasional dan mampu menggarap pasar-pasar baru di luar tujuan tradisional.
"Industri furnitur merupakan salah satu sektor hilir padat karya yang memberikan nilai tambah tinggi bagi perekonomian nasional. Pada triwulan III tahun 2025, sektor ini berkontribusi 0,92 persen terhadap PDB nonmigas,"kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangannya di Jakarta, Senin (24/11).
Menperin juga menyampaikan, nilai ekspor furnitur mencapai USD0,92 miliar hingga triwulan II tahun 2025, meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar USD0,91 miliar.
"Adapun Amerika Serikat masih menjadi pasar terbesar dengan capaian 54,6 persen," sebutnya.
Sementara itu, industri kerajinan turut mencatatkan kinerja positif dengan nilai ekspor sebesar USD173,49 juta pada triwulan II-2025, tumbuh 9,11 persen secara tahunan.
"Sektor furnitur dan kerajinan Indonesia bukan hanya menunjukkan kreativitas dan keterampilan, tetapi juga mengangkat keunggulan sumber daya lokal. Keberagaman dan kualitas bahan baku menjadi daya tarik tersendiri bagi pasar ekspor," jelas Agus.
Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) secara konsisten meningkatkan kapasitas bisnis pelaku industri kecil dan menengah (IKM) sektor furnitur agar produk mereka dapat merambah pasar nontradisional. Langkah ini menjadi penting mengingat perubahan kondisi ekonomi global dapat memengaruhi performa ekspor furnitur nasional.
"Diperlukan strategi khusus untuk memperluas pasar baru nontradisional, di luar Amerika Serikat, seperti Eropa Timur, Timur Tengah, Amerika Latin, hingga negara-negara Asia seperti India dan Jepang. Namun perlu diingat, dalam memasuki pasar Eropa misalnya, pelaku industri harus memperhatikan tidak hanya kualitas desain tetapi juga kepatuhan terhadap standar keamanan dan lingkungan," ujar Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kemenperin, Reni Yanita dalam keterangannya.
eskipun kinerjanya cukup kuat, lanjut Reni, industri furnitur nasional tak lepas dari pengaruh dinamika global. Salah satu tantangan terbesar adalah kebijakan tarif resiprokal Pemerintah Amerika Serikat yang diterapkan kepada banyak negara dengan surplus perdagangan, termasuk Indonesia.
Per 26 September 2025, tarif sebesar 50 persen dikenakan untuk produk lemari dapur dan meja rias kamar mandi, sedangkan furnitur berlapis kain dikenakan tarif 30 persen.
"Kebijakan ini memberikan dampak berantai terhadap sektor industri. Beberapa IKM telah melaporkan penundaan pesanan dari pembeli Amerika serta kenaikan biaya logistik," tutur Reni. (end)
Related Research
News Related
