HARGA MINYAK TURUN PADA HARI KAMIS.
Share via
Published On
09 October 2025
1760053851584868
IQPlus, (10/10) - Harga minyak turun pada Kamis (9 Oktober) setelah Israel dan kelompok militan Palestina Hamas menandatangani perjanjian gencatan senjata di Gaza.
Minyak mentah berjangka Brent ditutup turun US$1,03, atau 1,6 persen, menjadi US$65,22 per barel. Minyak mentah West Texas Intermediate AS turun US$1,04, atau 1,7 persen, menjadi US$61,51.
Israel dan kelompok militan Palestina Hamas menandatangani perjanjian pada hari Kamis untuk gencatan senjata dan membebaskan sandera Israel dengan imbalan tahanan Palestina, yang merupakan tahap pertama dari inisiatif Presiden AS Donald Trump untuk mengakhiri perang di Gaza.
Berdasarkan perjanjian gencatan senjata, pertempuran akan berhenti, Israel akan mundur sebagian dari Gaza, dan Hamas akan membebaskan semua sandera yang tersisa yang ditangkap dalam serangan yang memicu perang tersebut, dengan imbalan ratusan tahanan yang ditahan oleh Israel.
"Harga minyak mentah berada dalam fase korektif seiring dengan berakhirnya konflik Israel/Hamas," kata Dennis Kissler, wakil presiden senior perdagangan di BOK Financial.
Implikasinya yang 'luas' terhadap pasar minyak.
"Perjanjian perdamaian ini merupakan terobosan besar dalam sejarah Timur Tengah baru-baru ini implikasinya terhadap pasar minyak bisa sangat luas, mulai dari kemungkinan berkurangnya serangan Houthi di Laut Merah hingga peningkatan kemungkinan kesepakatan nuklir dengan Iran" kata kepala ekonom Rystad Energy, Claudio Galimberti, dalam sebuah catatan.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya di OPEC+ pada hari Minggu menyetujui kenaikan produksi pada bulan November yang lebih kecil dari ekspektasi pasar, sehingga mengurangi kekhawatiran kelebihan pasokan.
Harga telah naik sekitar 1 persen pada hari Rabu dan mencapai level tertinggi dalam satu minggu setelah investor memandang terhentinya kemajuan dalam perjanjian perdamaian Ukraina sebagai tanda bahwa sanksi terhadap Rusia, eksportir minyak terbesar kedua di dunia, akan berlanjut untuk beberapa waktu. (end/AFP)
Related Research
News Related