BCA Sekuritas
    langid
    Berita Harian

    PEFINDO PROYEKSIKAN EKONOMI INDONESIA TUMBUH 5,1 PERSEN PADA 2026

    Kategori

    Ekonomi Bisnis

    Terbit Pada

    16 December 2025

    35024726

    IQPlus, (17/12) - PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun mendatang mencapai 5,1 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) dengan rentang kisaran antara 4,9 persen hingga 5,3 persen yoy.

    Kepala Divisi Riset Ekonomi/Chief Economist Pefindo Suhindarto menyatakan, proyeksi tersebut mengindikasikan bahwa perekonomian domestik diprediksi akan tetap solid meskipun bayang-bayang perlambatan ekonomi global masih berlanjut.

    "Pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat ini didukung oleh kebijakan moneter dan fiskal yang lebih ekspansioner," ujarnya dalam Media Forum Pefindo, di Jakarta, Selasa.

    Ia menyampaikan, pertumbuhan tersebut juga didukung oleh terjaganya berbagai indikator lain, seperti tingkat inflasi dan suku bunga Bank Indonesia (BI-Rate).

    Pihaknya memprediksi tingkat inflasi pada 2026 berada pada rentang 2-3 persen dengan titik tengah di 2,5 persen, sesuai dengan target pemerintah.

    Pefindo juga memperkirakan adanya pemangkasan suku bunga lanjutan oleh BI pada tahun depan, karena masih adanya ruang untuk menerapkan kebijakan tersebut.

    "Di tahun depan bisa jadi rentang suku bunga acuannya akan bergerak di antara skenario paling bullish-nya (optimisnya) mungkin di 4 persen, sementara skenario yang kurang bullish itu di 4,5 persen. Jadi, (BI-Rate) antara 4,25-4,5 persen," kata Suhindarto.

    Meskipun secara umum perekonomian nasional tetap solid pada tahun mendatang, ia mengatakan masih terdapat sejumlah risiko yang perlu diwaspadai.

    Ia menuturkan, perekonomian global pada tahun depan diperkirakan masih akan mengalami tren perlambatan.

    Pada Oktober lalu, International Monetary Fund (IMF) merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk 2026 menjadi 3,1 persen, sedikit melambat dibandingkan pertumbuhan pada 2025 yang diprediksi sebesar 3,2 persen.

    Suhindarto menyatakan, perlambatan global tersebut dikarenakan masih adanya risiko geopolitik, fragmentasi geoekonomi, serta ketidakpastian kebijakan perdagangan antarnegara.

    Walaupun ketidakpastian akibat kebijakan tarif perdagangan Amerika Serikat (AS) mulai mereda, ia menilai hal tersebut masih menjadi sorotan utama yang dapat mempengaruhi kinerja ekspor dan investasi Indonesia.

    Risiko lainnya yang perlu diwaspadai adalah dampak dari fluktuasi harga komoditas global terhadap neraca perdagangan Indonesia.

    Selain itu, inflasi dan stabilitas nilai tukar rupiah juga akan sangat dipengaruhi oleh kebijakan moneter bank sentral utama dunia, seperti The Fed.

    "The Fed masih terus melonggarkan suku bunga acuannya dan mereka juga mengeluarkan proyeksi bahwa di tahun 2026 mendatang masih ada satu kali lagi setidaknya pemangkasan suku bunga," kata Suhindarto lagi. (end)