KEMENPERIN: KOLABORASI JADI KUNCI PERKUAT EKOSISTEM INDUSTRI FESYEN NASIONAL
Share via
Terbit Pada
23 October 2025
29556078
IQPlus, (23/10) - Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan bahwa kolaborasi lintas sektor menjadi aspek penting dalam memperkuat daya saing dan keberlanjutan industri fesyen nasional. Apalagi, industri fesyen memiliki potensi besar untuk menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia.
"Dengan rantai nilai yang panjang dari hulu ke hilir, sektor ini harus diperkuat melalui kolaborasi antarpemangku kepentingan, mulai dari desainer, pelaku IKM, akademisi, lembaga pembiayaan hingga pemerintah," ujar Menperin dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (23/10).
Menurut Menperin, sektor fesyen yang beririsan erat dengan industri tekstil dan produk pakaian jadi, menjadi salah satu sektor andalan dalam memperkuat perekonomian nasional. Hal ini tercermin dari nilai ekspor produk tekstil dan pakaian jadi pada tahun 2024 yang mencapai USD11,96 miliar atau naik 2,43 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Capaian positif ini menunjukkan bahwa industri fesyen Indonesia berdaya saing di kancah internasional. Oleh karena itu, masih ada peluang besar untuk memperkuat posisi di pasar global," tuturnya.
Lebih lanjut, Agus menekankan pentingnya peningkatan nilai tambah produk, daya saing ekspor, serta perluasan ekosistem inovasi dan kewirausahaan industri fesyen nasional. "Kemenperin berkomitmen untuk menghadirkan berbagai kebijakan dan program yang berpihak kepada pelaku industri, termasuk fasilitasi teknologi, pembiayaan, dan promosi produk di tingkat nasional maupun global," Ujarnya.
Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Reni Yanita menjelaskan bahwa Kemenperin telah mendirikan Balai Pemberdayaan Industri Fesyen dan Kriya (BPIFK) di Bali pada tahun 2024 sebagai unit pelaksana teknis di bawah Ditjen IKMA.
"BPIFK hadir untuk menjadi penghubung berbagai stakeholder dalam pengembangan industri fesyen dan kriya nasional," terang Reni pada kegiatan Bali Fashion Network 2025 di Badung, Bali, beberapa waktu lalu.
BPIFK mengusung konsep 3C, yakni Create, Connect, dan Catalyze. "Create" berarti wadah belajar dan mengasah keterampilan agar pelaku industri mampu meningkatkan daya saing produknya. "Connect" adalah menghubungkan pelaku IKM dengan ekosistem industri yang lebih luas, sementara "Catalyze" menjadi akselerator bagi pelaku usaha untuk naik kelas.
Reni menambahkan, kolaborasi lintas pemangku kepentingan menjadi kunci terbentuknya rantai nilai fesyen nasional yang terintegrasi, mulai dari bahan baku, desain, produksi, branding, hingga pemasaran. "Seluruh tahapan ini harus diperkuat dengan dukungan lembaga pendidikan, riset, pembiayaan, sertifikasi, hingga logistik," imbuhnya.
Pada kesempatan tersebut, Dirjen IKMA juga memaparkan program Restrukturisasi Mesin/Peralatan yang memberikan penggantian sebagian harga pembelian mesin hingga 40 persen untuk produk dalam negeri dan 25 persen untuk produk luar negeri, dengan batas nilai Rp10 juta.Rp500 juta per perusahaan per tahun.
"Program ini diatur melalui Permenperin Nomor 9 Tahun 2022 dan menjadi salah satu instrumen strategis untuk meningkatkan kapasitas produksi IKM. Dengan mesin baru yang lebih efisien, kualitas produk dan daya saing IKM fesyen akan semakin meningkat," jelasnya.
Kepala BPIFK Balim, Dickie Sulistya menerangkan bahwa pengajuan program restrukturisasi tersebut dilakukan secara daring melalui portal SIINas. Prosesnya meliputi verifikasi dokumen, survei lapangan, hingga penetapan hasil pengajuan. "Para penerima bantuan wajib melaporkan perkembangan usahanya setiap tahun selama tiga tahun berturut-turut," ujarnya.
Sementara itu, Direktur IKM Kimia, Sandang dan Kerajinan Budi Setiawan turut menilai kegiatan Bali Fashion Network 2025 sebagai wujud nyata kolaborasi lintas pemangku kepentingan. "Ajang ini bukan sekadar pameran karya, tetapi juga wadah memperluas jejaring usaha, meningkatkan kapasitas bisnis, dan memperkuat konektivitas rantai pasok industri fesyen nasional," ungkapnya. (end)
Riset Terkait
Berita Terkait